Menyusuri Malioboro

Sunday, October 21, 2012 | comments

Matahari bersinar terik saat ribuan orang berdesak-desakan di sepanjang Jalan Malioboro. Mereka tidak hanya berdiri di trotoar namun meluber hingga badan jalan. Suasana begitu gaduh dan riuh. Tawa yang membuncah, jerit klakson mobil, alunan gamelan kaset, hingga teriakan pedagang yang menjajakan makanan dan mainan anak-anak berbaur menjadi satu. Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya rombongan kirab yang ditunggu pun muncul. Diawali oleh Bregada Prajurit Lombok Abang, iring-iringan kereta kencana mulai berjalan pelan. Kilatan blitz kamera dan gemuruh tepuk tangan menyambut saat pasangan pengantin lewat. Semua berdesakan ingin menyakasikan pasangan GKR Bendara dan KPH Yudhanegara yang terus melambaikan tangan dan menebarkan senyum ramah.
Itulah pemandangan yang terlihat saat rombongan kirab pawiwahan ageng putri bungsu Sultan Hamengku Buwono X lewat dari Keraton Yogyakarta menuju Bangsal Kepatihan. Ribuan orang berjejalan memenuhi Jalan Malioboro yang membentang dari utara ke selatan. Dalam bahasa Sansekerta, malioboro berarti jalan karangan bunga karena pada zaman dulu ketika Keraton mengadakan acara, jalan sepanjang 1 km ini akan dipenuhi karangan bunga. Meski waktu terus bergulir dan jaman telah berubah, posisi Malioboro sebagai jalan utama tempat dilangsungkannya aneka kirab dan perayaan tidak pernah berubah. Hingga saat ini Malioboro, Benteng Vredeburg, dan Titik Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval mulai dari gelaran Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival Kesenian Yogyakarta, Karnaval Malioboro, dan masih banyak lainnya.
Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.
Melihat Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, seorang kawan berujar bahwa Malioboro merupakan baby talk dari "mari yok borong". Di Malioboro Anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.
Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi sarang serta panggung pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu Paranggi. Dari mereka pulalah budaya duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan sangat identik dengan Malioboro. Menikmati makan malam yang romantis di warung lesehan sembari mendengarkan pengamen jalanan mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik Kla Project akan menjadi pengalaman yang sangat membekas di hati.
Malioboro adalah rangkaian sejarah, kisah, dan kenangan yang saling berkelindan di tiap benak orang yang pernah menyambanginya. Pesona jalan ini tak pernah pudar oleh jaman. Eksotisme Malioboro terus berpendar hingga kini dan menginspirasi banyak orang, serta memaksa mereka untuk terus kembali ke Yogyakarta. Seperti kalimat awal yang ada dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang membuat diriku betah sesekali bertahan", kenangan dan kecintaan banyak orang terhadap Malioboro lah yang membuat ruas jalan ini terus bertahan hingga kini.

Kaliadem, Saksi Tragedi Letusan Gunung Merapi

Monday, October 8, 2012 | comments

Meletusnya Gunung Merapi pada 2010 lalu menewaskan sang juru kunci, Mbah Maridjan. Bekas masifnya letusan gunung tersebut bisa Anda saksikan di kawasan Kaliadem, DI Yogyakarta.

Asap masih membungkus puncak Merapi. Setelah berkali-kali erupsi, gunung dengan ketinggian 2.800 mdpl ini seakan tak pernah letih. Wibawanya masih sama, bertengger di samping Gunung Merbabu yang lebih hijau warnanya.

Walaupun tak berada di lokasi kejadian, cerita letusan Gunung Merapi membekas di sanubari. Layar televisi menampilkan gambar rumah-rumah berbalut abu, tim SAR yang lalu-lalang, dan masyarakat yang berusaha menyelamatkan diri. Saya mencoba mengingat berbagai kejadian saat letusan Merapi, sepanjang jalan menuju Kaliadem pada bulan Maret lalu.

Bus yang saya tumpangi berbelok ke kanan, tepat di ujung Jalan Kaliurang. Mulai dari sini jalanan menyempit, rumah penduduk makin jarang, pepohonan makin rapat. Lalu tampaklah sosok Kalikuning.

Dulu, Kalikuning adalah tempat kemping yang hijau dan asri. Namun setelah erupsi Merapi, lahar dingin menyapu seluruh kawasan ini. Kalikuning yang saya lihat hanya sebuah lahan gundul yang luas, dengan batu dan pasir vulkanis sebagai material utama.

Kabut tipis mulai datang, rintik hujan mulai turun. 15 Menit perjalanan hingga saya tiba di Kaliadem. Berada di ketinggian 1.100 mdpl, Kaliadem terletak di lereng selatan Gunung Merapi tepatnya di Kabupaten Sleman. Saat keluar bus, udara dingin langsung menyergap. Terhampar di depan mata, lereng gunung yang didominasi pohon-pohon mati. Hanya ada setitik-dua titik tumbuhan hijau di sela-selanya.

Namun saat saya berbalik badan, warna hijau langsung menyergap mata. Abu vulkanis yang dihasilkan pasca erupsi Merapi adalah berkah bagi kesuburan tanah. Dalam jangka waktu kurang dari 2 tahun, terbukti pepohonan mulai tumbuh. Dataran pun mulai bersemi hijau.

Pasca erupsi, tak ada yang boleh masuk ke wilayah ini kecuali petugas yang berwajib. Bayangkan saja, awan panas yang dulu menyapu tempat ini bersuhu 800 derajat Celcius. Awan panas itulah yang menewaskan beberapa orang termasuk juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan.

Wisatawan bisa menyewa Jeep dan mengikuti Lava Tour. Namun, saya lebih memilih untuk menyewa motor trail untuk menuju rumah Mbah Maridjan. Hanya butuh 10 menit perjalanan, melewati jalan menanjak yang cukup terjal.

Rumah sang juru kunci hancur saat erupsi Merapi. Yang tersisa hanya gubuk kecil berukuran 3x3 meter. Di depannya terdapat reruntuhan musala yang lebih mungil lagi ukurannya. Semasa hidupnya, Mbah Maridjan dikenal sebagai sosok yang ramah dan rendah hati.

"Bayangkan saja, sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta, Mbah Maridjan hanya digaji sekitar Rp 5.000 per bulan," tutur Warsito, seorang warga lokal yang biasa menjadi pemandu di sini.

Di sebelah kiri rumahnya, terdapat sebuah mobil dan dua motor dalam kondisi rusak parah. Ini hanyalah beberapa bukti konkrit ganasnya erupsi Merapi saat itu.

Sumber :  Sastri/ detikTravel

Jika anda ingin berwisata keliling kota Jogja dan sekitarnya, jangan sungkan-sungkan hubungi kami. KLIK DISINI untuk mendaptkan iformasi lebih lebih lanjut paket wisata di Jogja.   

Nglanggeran, Gunung Purba di Yogyakarta

| comments

Kabupaten Gunung Kidul di Yogyakarta tak hanya tersohor karena jajaran pantai yang indah. Di sini juga terdapat gunung purba bernama Nglanggeran, yang cocok didaki pada malam hari. Mau tau kenapa?
Tak banyak yang tahu kalau Yogyakarta punya gunung purba, sama seperti situs Gunung Padang yang ada di Jawa Barat. Terletak sekitar 22 kilometer dari Wonosari, Gunung Nglanggeran punya kontur unik yang tersusun oleh material vulkanik. Tak heran, karena konon 70 tahun yang lalu gunung ini sempat aktif.
Tapi tenang saja, sekarang Gunung Nglanggeran sudah tidur nyenyak. Bahkan, gunung ini menjadi tujuan pendakian dengan berbagai tingkat kesulitan. Mengutip buku Informasi Pariwisata Indonesia, jurang dan lembah di gunung ini punya beragam kontur yang cocok untuk pendaki pemula hingga profesional.
Terlepas dari klasifikasi pendaki tersebut, ada satu kesamaan yang menyatukan mereka di Gunung Nglanggeran. Hampir semua dari mereka melakukan pendakian pada malam hari. Cukup dua jam saja, Anda sudah bisa menginjakkan kaki di puncak gunung purba ini.
Puncak tertinggi Gunung Nglanggeran adalah Gunung Gede, dengan bongkahan batu seluas setengah hektar. Di puncak tertinggi ini, Anda bisa menikmati indahnya langit malam yang cerah dan bertabur bintang! Puncak Gunung Nglanggeran adalah tempat favorit, sekaligus terpencil, untuk melihat langit indah Yogyakarta.
Untuk mencapai kaki gunung ini, Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Ada dua jalur yang bisa ditempuh, yakni dari Wonosari atau dari Yogyakarta hingga nanti tiba di Desa Nglanggeran.

Jika anda ingin berwisata keliling kota Jogja dan sekitarnya, jangan sungkan-sungkan hubungi kami. KLIK DISINI untuk mendaptkan iformasi lebih lebih lanjut paket wisata di Jogja.   

Gua Rancang Kencono

| comments

Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang wilayahnya termasuk dalam Kawasan Karst Pegunungan Sewu dengan bentang alam yang unik. Selain fenomena di permukaan (eksokarst) yang berbentuk perbukitan karst, di Gunungkidul juga terdapat fenomena di bawah permukaan (endokarst) yang berbentuk sungai bawah tanah, lembah, telaga, hingga luweng dan gua. Karena itu tak heran jika Gunungkidul memiliki banyak gua yang tersebar di perut bumi. Salah satu gua yang bisa dimasuki siapa saja tanpa peralatan khusus adalah Gua Rancang Kencono yang terletak di Desa Wisata Bleberan.
Berdasarkan buku "Mozaik Pusaka Budaya Yogyakarta" yang disusun oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, Gua Rancang Kencono merupakan gua purba sejajar dengan Gua Braholo yang terdapat di Kecamatan Rongkop, hal ini didasarkan pada penemuan artefak dan tulang belulang yang diperkirakan hidup pada ribuan tahun yang lalu. Gua yang mempunyai ruangan luas dan lapang dengan pohon klumpit (Terminalia edulis) yang diperkirakan sudah berusia lebih dari 2 abad ini pernah dijadikan sebagai tempat persembunyian dan pertemuan Laskar Mataram pada saat menyusun rencana untuk mengusir Belanda dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Karena digunakan untuk merancang strategi demi tujuan mulia maka gua ini dinamakan Gua Rancang Kencono.
Untuk memasuki Gua Rancang Kencono cukup menuruni tangga batu yang sudah dibangun sejak dulu. Sebatang pohon klumpit yang tingginya sudah melampaui atap gua menyambut dengan gagahnya. Lubang besar akibat lapuk terlihat di batang pohon menjadi penanda usianya yang sudah renta. Gua Rancang Kencono memiliki sebuah pelataran atau ruang yang luas dan bisa digunakan untuk mengadakan pertemuan. Stalaktit tampak menghiasi langit-langit gua, banyak diantaranya sudah mati sehingga tidak terlihat lagi air yang menetes. Di sebelah ruangan yang luas terdapat ruang kecil dan sempit serta gelap gulita. Untuk memasuki ruang ini pengunjung harus melewati sebuah celah kecil dengan merunduk. Di dalam ruang yang sempit ini terdapat lukisan bendera merah putih serta kata-kata penyemangat yang ditujukan kepada para pejuang. Baru 10 menit di ruangan udara sudah terasa pengap, kembali ke pelataran pun menjadi pilihan.
Selain relung gua yang sempit dan gelap, di sisi lain juga terdapat lorong yang konon menghubungkan Gua Rancang Kencono dengan Air Terjun Sri Gethuk. Saat memasuki lorong tersebut pengunjung harus berjalan jongkok bahkan sesekali merangkak karena langit-langitnya sangat pendek. Menurut pengelola, sebagian lorong tersebut telah runtuh sehingga tidak bisa ditelusuri. Saat malam menjelang, Gua Rancang Kencono yang disinari samar cahaya bulan terlihat mistis sekaligus eksotis. Redup cahaya bintang dan sinar lampu taman yang tidak terlalu benderang menjadi teman setia berbincang sambil menikmati secangkir wedang jahe. Derik serangga berpadu dengan desau angin menciptakan simfoni alam yang merdu dan mengiringi obrolan hingga larut malam.

Jika anda ingin berwisata keliling kota Jogja dan sekitarnya, jangan sungkan-sungkan hubungi kami. KLIK DISINI untuk mendaptkan iformasi lebih lebih lanjut paket wisata di Jogja.  

Wisata Air Terjun Sri Gethuk

| comments

Eksotisme Grand Canyon di daerah utara Arizona, Amerika Serikat tentunya tak bisa disangkal lagi. Grand Canyon merupakan bentukan alam berupa jurang dan tebing terjal yang dihiasi oleh aliran Sungai Colorado. Nama Grand Canyon kemudian diplesetkan menjadi Green Canyon untuk menyebut obyek wisata di Jawa Barat yang hampir serupa, yakni aliran sungai yang membelah tebing-tebing tinggi. Gunungkidul sebagai daerah yang sering diasumsikan sebagai wilayah kering dan tandus ternyata juga menyimpan keindahan serupa, yakni hijaunya aliran sungai yang membelah ngarai dengan air terjun indah yang tak pernah berhenti mengalir di setiap musim. Air terjun tersebut dikenal dengan nama Air Terjun Sri Gethuk.
Terletak di Desa Wisata Bleberan, Air Terjun Sri Gethuk menjadi salah satu spot wisata yang sayang untuk dilewatkan. Untuk mencapai tempat ini Anda harus naik kendaraan melewati areal hutan kayu putih milik PERHUTANI dengan kondisi jalan yang bervariasi mulai dari aspal bagus hingga jalan makadam. Memasuki Dusun Menggoran, tanaman kayu putih berganti dengan ladang jati yang rapat. Sesampainya di areal pemancingan yang juga berfungsi sebagai tempat parkir, terdapat dua pilihan jalan untuk mencapai air terjun. Pilihan pertama yakni menyusuri jalan setapak dengan pemandangan sawah nan hijau berhiaskan nyiur kelapa, sedangkan pilihan kedua adalah naik melawan arus Sungai Oya.
Perjalanan menuju Air Terjun Sri Gethuk pun dimulai saat mentari belum naik tinggi. Pagi itu Sungai Oya terlihat begitu hijau dan tenang, menyatu dengan keheningan tebing-tebing karst yang berdiri dengan gagah di kanan kiri sungai. Suara rakit yang melaju melawan arus sungai menyibak keheningan pagi. Sembari mengatur laju rakit, seorang pemandu menceritakan asal muasal nama Air Terjun Sri Gethuk. Berdasarkan cerita yang dipercayai masyarakat, air terjun tersebut merupakan tempat penyimpanan kethuk yang merupakan salah satu instrumen gamelan milik Jin Anggo Meduro. Oleh karena itu disebut dengan nama Air Terjun Sri Gethuk. Konon, pada saat-saat tertentu masyarakat Dukuh Menggoran masih sering mendengar suara gamelan mengalun dari arah air terjun.
Tak berapa lama menaiki rakit, suara gemuruh mulai terdengar. Sri Gethuk menanti di depan mata. Bebatuan yang indah di bawah air terjun membentuk undak-undakan laksana tepian kolam renang mewah, memanggil siapa saja untuk bermain di dalam air. Para wisatawan pun bisa turun dari rakit dan melompati bebatuan untuk sampai di bawah air terjun dan mandi di bawahnya. Kali ini rasanya seperti berada di negeri antah berantah di mana air mengalir begitu melimpah. Air mengalir di sela-sela jemari kaki, air memercik ke seluruh tubuh, air mengalir di mana-mana. Seorang kawan tiba-tiba berteriak "Ada pelangi!". Saat menengadah, selengkung bianglala nan mempesona menghiasi air terjun.
Jika anda ingin berwisata keliling kota Jogja dan sekitarnya, jangan sungkan-sungkan hubungi kami. KLIK DISINI untuk mendaptkan iformasi lebih lebih lanjut paket wisata di Jogja. 

Keindahan Gunung Merapi

| comments

Berwisata ke gunung memang selalu menjadi suatu aktivitas yang menarik yang bisa dilakukan untuk melepas jenuh. Namun, bagaimana dengan berwisata ke salah satu obyek wisata gunung berapi yang masih aktif di Indonesia yang memiliki nama Gunung Merapi? Memang benar bahwa Gunung Merapi merupakan gunung yang selalu berkaitan dengan mitos dan keaktivan gunung tersebut selalu membuat para wisatawan berpikir dua kali untuk mengunjunginya. Namun, ternyata Gunung Merapi yang berada di perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi D.I. Yogyakarta ini memiliki panorama yang luar biasa indahnya untuk dinikmati.
Selain itu, ada beberapa obyek wisata lainnya di kawasan Gunung Merapi ini, seperti obyek wisata Kaliadem, Kaliurang, Kalikuning, dan Taman Nasional Gunung Merapi. Selain itu, jika anda pergi ke lereng selatan Gunung Merapi, maka anda bisa menemukan obyek wisata Kinahrejo yang juga merupakan jalur pendakian dari arah selatan Gunung Merapi. Di Kinahrejo ini, anda dapat melihat sebuah pemandangan yang sangat indah yang bisa anda abadikan dengan kamera kesayangan anda. Selain itu, dari sini anda juga dapat mengunjungi Tuk Pitu atau Tujuh Mata Air. Itulah beberapa hal yang sangat menarik dari obyek wisata Gunung Merapi. Berbagai obyek wisata yang sangat menarik tersebut tentunya bisa membuat anda tertarik untuk berwisata ke kawasan Gunung Merapi dan menyingkirkan mitos-mitos tentang Gunung Merapi yang bisa membuat anda mengurungkan niat untuk berwisata ke kawasan obyek wisata Gunung Merapi.

Jika anda ingin berwisata keliling kota Jogja dan sekitarnya, jangan sungkan-sungkan hubungi kami. KLIK DISINI untuk mendaptkan iformasi lebih lebih lanjut paket wisata di Jogja. 
 
Supported by : Rockville Iwamura | Dealer Mitsubishi | Dealer Isuzu
Copyright © 2011. Tour Jogja - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger